BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keberadaan Makassar sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia timur memberikan gambaran kehidupan yang menjanjikan bagi sebagian orang untuk mengais rezeki di segala bidang dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Peningkatan arus urbanisasi merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari, bahkan setiap tahun terus mengalami peningkatan. Fenomena ini semakin menambah keragaman kota Makassar dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya, namun di sisi lain juga mendatangkan masalah baru khususnya dalam hal persampahan.
Volume sampah yang dihasilkan kota Makassar setiap harinya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan Environment Resources Management (2007), volume sampah setiap harinya yang di bawa ke TPA Tamangapa Antang tidak kurang dari 3800 m3 yang dihasilkan dari 1,3 juta jiwa penduduknya saat ini. Sampah – sampah ini berasal dari buangan kegiatan produksi dan konsumsi manusia baik dalam bentuk padat, cair maupun gas merupakan sumber pencemaran lingkungan hidup dan merupakan sumber penyakit jika tidak dikelola dengan baik karena bisa menjadi sarang penyakit, menjijikan dan menimbulkan bau tidak sedap (Djuwendah, 2005).
Salah satu masalah kesehatan pada masyarakat pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memerlukan perhatian serius adalah penyakit dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah inflamasi pada kulit yang terjadi karena kulit telah terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi. Dermatitis kontak akan menyebabkan ruam yang besar, gatal dan rasa terbakar dan hal ini akan bertahan sampai berminggu-minggu. Gejala dermatitis kontak akan menghilang bila kulit sudah tidak terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit tersebut (Arwin, 2008).
Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu bentuk penyakit akibat kerja terbanyak kedua setelah penyakit muskolo-skeletal, berjumlah sekitar 22% dari seluruh penyakit akibat kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak dan tumor kulit (Krisanti D, 2005).
Penyakit kulit akibat kerja atau dermatosis akibat kerja (DAK) di luar negeri merupakan yang tertinggi di antara penyakit-penyakit akibat kerja lainnya. Tahun 1973 di California, Amerika Serikat ditemukan 40,6% penyakit akibat kerja merupakan DAK. Biro statistik tenaga kerja Amerika Serikat mendapatkan angka 1,5% dari seluruh tenaga kerja yang terdaftar menderita DAK. Dermatosis tersering adalah dermatitis kontak, sebesar 21,3% yang merupakan terbanyak ke dua (Astono dan Sudarja, 2002).
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat Manado dari tahun 1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. Penelitian di RS Dr. Pirngadi tersebut menunjukan penyebab terbanyak dermatitis kontak tidak diketahui (41,86% tahun 1992 dan 28,57% tahun 1994) (Iwan Trihapsoro, 2003).
Mayoritas keluhan penyakit yang diderita oleh masyarakat pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, kelurahan Tamangapa, kecamatan Manggala, kota Makassar adalah dermatitis kontak, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Tamangapa, dermatitis kontak termasuk dalam sepuluh besar penyakit terbanyak dan menempati urutan ke empat dan kelima. Pada tahun 2006 prosentase kejadian dermatitis kontak sebesar 13, 37% dari 28656 pasien kemudian meningkat menjadi 13,54% dari 25255 pasien pada tahun 2007 kemudian pada tahun 2008 meningkat lagi menjadi 13, 56% dari 11975 pasien (Puskesmas Tamangapa, 2008). Dengan jam kerja yang sangat padat mulai dari jam 6.00 pagi sampai 22.00 seperti yang dilaporkan ERM (2007) di tambah lagi dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang berdekatan dari lokasi TPA dan personal higiene yang sangat kurang, para pemulung sangat beresiko terkena berbagai macam penyakit khususnya penyakit kulit.
Berkaitan dengan umur, pada umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insidens penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2008) terhadap pasien rawat jalan di Sub Bagian Alergi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, diperoleh hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah 31-40 tahun (17,5%) dan pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada perempuan adalah 10-20 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 12,5%) dan pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 5,0%).
Sedangkan yang berkaitan dengan masa kerja, Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang masa kerjanya <1> Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kegunaan alat pelindung diri (APD) (Krisanti D., 2005). Seperti hasil penelitian pada pemulung di TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus, bahwa adanya hubungan signifikan antara penggunaan alat pelindung tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan.
Data yang diperoleh dari Pemkot Makassar Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar tahun 2008 disebutkan bahwa jumlah pemulung yang bekerja di TPA Tamangapa sebanyak 291 orang dengan jumlah kepala rumah tangga sebanyak 84 orang dan dengan kelompok umur 10 – 15 tahun 10 orang, kelompok umur 16 – 20 tahun 112 orang dan kelompok umur 45 tahun keatas 30 orang.
Berdasarkan data yang diperoleh langsung dari Pustu Tamangapa, pada tahun 2008 orang yang datang berobat di Pustu dengan keluhan penyakit kulit berjumlah 77 orang dan di awal tahun 2009 sampai tanggal 20 Januari 2009 telah tercatat sebanyak 11 orang. Diagnosis ini ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis.
Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan kondisi kesehatan masyarakat pemulung ini cukup memprihatinkan. Masalah dermatitis kontak menjadi masalah yang memerlukan tindak lanjut yang serius mengingat dampaknya terhadap aspek kesehatan dan aspek ekonomi masyarakat pada umumnya dan pemulung pada khususnya. Oleh karena itu, untuk mendukung upaya mengatasi masalah tersebut maka penelitian ini akan mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, kelurahan Tamangapa, kecamatan Manggala, kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini berdasarkan latar belakang adalah sebagai berikut: “Berapa besar faktor resiko umur, penggunaan alat pelindung diri (APD), masa kerja, hygiene perorangan, dan lama kerja terhadap timbulnya dermatitis kontak pada pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui besar faktor resiko yang dapat menyebabkan kejadian penyakit dermatitis kontak pada masyarakat pemulung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui besar faktor resiko umur dengan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat pemulung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008.
b. Untuk mengetahui besar faktor resiko penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat pemulung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008.
c. Untuk mengetahui besar faktor resiko masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat pemulung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008.
d. Untuk mengetahui besar faktor resiko hygiene perorangan dengan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat pemulung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008.
e. Untuk mengetahui besar faktor resiko lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat pemulung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar tahun 2008.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Institusi Terkait
Manfaat penelitian ini bagi instansi terkait yaitu sebagai data penelitian yang dapat dipergunakan sebagai informasi bagi dinas tersebut dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja pada dinas tersebut.
2. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini menjadi pengalaman awal dan berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan serta aplikasi dalam masyarakat.
4. Manfaat bagi Pemulung
Dapat memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat pemulung sehingga penerapan derajat kesehatan semakin meningkat khususnya bagi pemulung.